Senin, 16 Juni 2014

berlebihan kepada orang salih merupakan perbuatan yang dapat merusak tauhid





MAKALAH AGAMA
“BERLEBIHAN KEPADA ORANG SHALIH ADALAH TERMASUK  PERBUATAN YANG MERUSAK TAUHID”








Disusun oleh kelompok 5 :
NURI SAPUTRA (11351106332)
YOGI ERKA JULYANSA PUTRA (11351102949)       
ZULKIFLY (11351105857)


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM (UIN SUSKA) RIAU
2013






 KATA PENGANTAR

          Pelajaran Agama  merupakan Matakuliah dasar  Universitas  Islam Negeri Sultan syarif Kasim Riau, berdasarkan hal itu kami kelompok lima berusaha memusatkan perhatian, daya , dan upaya kami agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik dari segi penulisan serta materi pembelajaran dalam menyelesaikan makalah ini.
          Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kepada zat semesta Alam Allah subahanahu wata'ala yang apabila tanpa ridho-Nya kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan judul “BERLEBIHAN KEPADA ORANG SHALIH ADALAH TERMASUK  PERBUATAN YANG MERUSAK TAUHID”.
Dan juga ucapan terimakasih kepada dosen agama kami Bapak Arif Marsal, Lc. M,A  yang telah memberikan tugas ini agar kami menjadi lebih mendalami kajian mengenai “BERLEBIHAN KEPADA ORANG SHALIH ADALAH TERMASUK  PERBUATAN YANG MERUSAK TAUHID” serta salam perjuangan kepada anggota kelompok lima yang mau meluangkan waktunya untuk membahas dan mengkaji materi yang ada di dalam makalah ini. Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat kami harapkan.

PekanBaru, 21 oktober  2013


             PENULIS




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang......................................................................1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................3
1.3  Tujuan Dan Manfaat Penulisan.............................................3
BAB II PEMBAHASAN
          2.1 Pengertian Ghuluw................................................................5
          2.2 Ghuluw Dalam Pandangan Agama.......................................7
          2.3 Hukum Ghuluw.....................................................................9
          2.4 Bahaya Ghuluw...................................................................14
          2.5 Contoh-Contoh Ghuluw Kepada Orang Shalih..................16
BAB III PENUTUP
          3.1 Kesimpulan.........................................................................28
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
    Berlebihan dalam menunjukkan kecintaannya  terhadap para Nabi, para imam, para wali, para ulama dan orang-orang shalih yang dianggap sebagai orang-orang yang diidolakan merupakan hal yang sudah mengakar dan tumbuh didalam kehidupan masyarakat saat ini, sehingga melebihi kecintaan mereka kepada allah s.w.t. Perbuatan yang mereka lakukan itu  merupakan bagian dari upaya untuk menunjukkan kecintaannya dengan cara mengagungkan dan memuji secara berlebihan hingga melampaui batasnya ( ghuluw). Misalnya saja  dengan cara menyiksa diri yang dilakukan oleh kalangan penganut Syi’ah dalam memperingati kematian Husien bin Ali Abi Thalib .
    Praktik pengagungan kepada para wali ditunjukan juga oleh penganut thariqat Qadiriyah dimana pada malam-malam tertentu atau acara-acara tententu mereka mengamalkan pembacaan manaqib ( sejarah perjalanan hidup)  ulama besar Syaikh Abdul Qadir Jailani untuk mendapatkan berkah dari beliau. Isi dari manaqib tersebut banyak yang menyimpang dari ajaran islam. Karena  kalau disimak dengan menterjemahkan manaqib atau riwayat tersebut maka di dalamnya banyak sekali terdapat riwayat-riwayat yang hanya berupa isapan jempol belaka. Namun karena sebagai tanda penghargaan dan memuliakan Syaikh Abdul Qadir Jailani cerita-cerita bohong dalam manaqib tersebut dianggap benar oleh mereka. Salah satu contohnya adalah diceritakan didalamnya bahwa pernah ada salah seorang yang mendatangi Syaikh Abdul Qadir Jailani. Dia  melaporkan bahwah anaknya telah meninggal dunia, kemudian orang tersebut meminta tolong kepada  Syaikh Abdul Qadir Jailani agar anaknya dapat dihidupkan kembali. Atas permintaan tersebut syaikh Abdul Qadir Jailani terbang keangkasa untuk mengejar malaikat maut yang membawa roh anak yang telah dicabut nyawanya. Ketika bertemu dengan malaikat maut syaikh Abdul Qadir Jailani meminta agar roh  anak itu dikembalikan, tetapi malaikat menolak. Kemudian Syaikh Abdul Qadir Jailani berusaha merebut roh tersebut dari Malaikat maut. Namun Malaikat maut tetap mempertahankannya sehingga terjadilah perkelahian dimana akhirnya Malaikat maut kalah dalam perkelahian tersebut dan syaikh Abdul Qadir Jailani dapat membawa pulang roh anak itu.
    Gambaran lain tentang pengagungan dan memuji hingga  melampaui batas ditunjukkan pula oleh sebagian masyarakat di Kalimantan terhadap salah seorang tuan guru ( yang sudah almarhum). Mereka  menganggap tuan guru tersebut sebagai wali Allah yang mengetahui tentang hal-hal  ghaib, sampai-sampai gambar atau foto sang tuan guru tersebut dianggap dapat mendatangkan berkah bagi yang memajang dirumah-rumah mereka. Hingga kuburannya pun dianggap berkeramat bagi mereka. Ada pula majelis ta’lim yang ustadnya merupakan murit dari tuan guru tersebut. Mereka meletakkan foto tuan guru itu didepan imam pada saat  shalat  berjama’ah. Semua itu dilakukan sebagai bentuk penggambaran akan kecintaan dan pengagungan mereka kepada sang tuan guru.
    Atas dasar itulah kami kelompok lima  mencoba mengungkap masalah tentang larangan berbuat ghuluw dengan mengagungkan dan  memuji secara berlebihan  kepada orang-orang  shalih yang dilakukan oleh banyak kalangan Islam sehingga merusak tauhid mereka. Materi pokok yang digunakan bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist.

1.2 Rumusan Masalah
1.     Pengertian berlebihan kepada orang shalih
2.     Dampak dari berlebihan  kepada orang shalih
3.     Contoh-contoh perbuatan yang berlebihan kepada orang shalih
4.     Hukum tentang berlebihan terhadap orang shalih
5.     Cara menjaga dan menjauhi diri dari perbuatan yang berlebihan kepada orang shalih

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penulisan
    Tujuan kami dari penulisan makalah ini yang berjudul “BERLEBIHAN KEPADA ORANG SHALIH ADALAH TERMASUK  PERBUATAN YANG MERUSAK TAUHID” adalah yang pertama sebagai bahan kelompok tiga untuk memenuhi tugas kami sebagai mahasiswa dalam mata kuliah agama (aqidah) yang selanjutnya akan di presentasikan Dan didiskusikan bersama. Yang kedua sebagai pengukur kemampuan kami sekaligus untuk memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan kami tentang agama khususnya dalam materi pembahasan kami yang berjudul “BERLEBIHAN KEPADA ORANG SHALIH ADALAH TERMASUK PERBUATAN YANG MERUSAK TAUHID”.
    Kemudian manfaat yang kami harapkan adalah menambahnya ilmu pengetahuan, wawasan, serta keimanan dan ketakwaan kita kepada allah s.w.t.  Khususnya kepada kami kelompok tiga yang membahasa tentang materi ini. Selanjutnya kami berharap semoga makalah ini menjadi bahan bacaan yang dapat bermanfaat bagi kita sebagai mahasiswa maupun kepada kehidupan seluruh masyarakat luas.  















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ghuluw
    Asal kata ghuluw diambil dari bahasa arab yang secara bahasa indonesia  artinya melampaui batas atau berlebih-lebihan. Sedangkan didalam syari’at  Pengertian ghuluw adalah melakukan hal-hal yang melampaui batas, baik dalam keyakinan maupun amalan yang  menyimpang dari apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Ada juga ulama yang mengatakan, "Ghuluw berarti melampaui batas dengan menambah-nambah dalam memuji sesuatu atau mencelanya sehingga melampaui apa yang menjadi haknya". Ada pula nama lain dari ghuluw yang diriwayatkan didalam hadist-hadist yang memiliki pengertian yang sama dengan ghuluw.  Diantaranya :
a. At Tanatthu' (keras tidak karu-karuan)
Rasulullah pernah bersabda :
Binasalah mereka yang bersikap tanatthu', binasalah mereka yang bersikap tanatthu', binasalah mereka yang bersikap tanatthu'
Imam Nawawi mengatakan: "Tanatthu' berarti melampaui batas". Dalam pernyataan beliau yang lainnya, "Tanatthu' berarti sikap keras tidak karu-karuan yang tidak pada tempatnya".


b. Tasyaddud (Menyusah-nyusahkan Urusan)
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
صحيح البخاري ٣٨: حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغِفَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ
Shahih Bukhari 38: dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al Ghadwah (waktu pagi) dan ar-ruhah (waktu zhuhur) dan sesuatu dari ad-duljah
(waktu malam) ".
c. Al 'Itida' (Melangkahi Ketentuan Syari'at)
Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menetapkan kewajiban-kewajiban, janganlah kalian melalaikannya, menetapkan hal-hal yang haram, janganlah kalian melakukannya. Allahpun telah menetapkan batasan, maka janganlah kalian melangkahinya ..."
Ibnu Taimiyah berkata: "Ini adalah awal perbuatan haram". Artinya kita harus memelihara diri agar tidak mendekati yang haram, dan mencukupkan diri dengan yang halal.



Ibnu Taimiyah berkata: "Inilah akhir perbuatan halal".
 Artinya kita harus memelihara diri dalam melakukan tindakan yang asalnya adalah halal. Karena apabila kita melampaui batas, ia menjadi haram, atau menjerumuskan kita kepada yang haram.
dAt Takalluf (Memaksakan Diri)
Dari Umar ia berkata:
سنن أبي داوود ٣١١٣: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ بْنِ يَزِيدَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ الرَّأْيَ إِنَّمَا كَانَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُصِيبًا لِأَنَّ اللَّهَ كَانَ يُرِيهِ وَإِنَّمَا هُوَ مِنَّا الظَّنُّ وَالتَّكَلُّفُ
Sunan Abu Daud 3113: bahwa Umar bin Al Khathab radliallahu 'anhu berada di atas mimbar dan berkata, "Wahai para manusia, sesungguhnya jika pendapat itu berasal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka ia benar adanya, sebab Allah memperlihatkan kepadanya, dan pendapat yang berasal dari kita hanyalah prasangka dan takalluf
(membebani diri)."
Hadits ini menunjukkan dilarangnya bersikap keras dan memaksa diri untuk hal yang tidak perlu.
2.2 Ghuluw Dalam Pandangan Agama
    Sikap berlebih-lebihan (ghuluw) merupakan perbuatan yang dibenci agama. Sikap ghuluw merupakan salah satu ciri agama jahiliah dan merupakan asal kesesatan orang-orang Nasrani. Begitu juga Rasulullah shallahu’alahi wa sallam dalam berbagai kesempatan bahkan ketika di akhir hayatnya dengan tegas beliau mengingatkan umatnya dari hal tersebut.
    Ghuluw dalam agama  yaitu menyanjung dan memuji sesuatu atau seorang dengan cara berlebihan sehingga meletakkannya pada martabat yang lebih dari kedudukannya sebagai manusia. Hal itu merupakan perbuatan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits dari Umar ibnu Khaththab radhyallahu’anhu:
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
Janganlah kalian memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji ‘Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya.” 
(Sahih, HR. al-Bukhari no. 3445 dan 6830, Muslim no. 1691, at-Tirmidzi no. 284)
Makna dari hadits diatas: “Janganlah kalian memujiku sehingga kalian berlebih-lebihan terhadapku, sebagaimana kaum Nasrani berlebih-lebihan terhadap ‘Isa ‘alaihissallam yang pada akhirnya mereka mengakui adanya hak peribadatan bagi ‘Isa bin Maryam. Aku ini tidak lebih dari seorang hamba Allah ta’ala. Maka sifatilah diriku sebagaimana Rabb-ku mensifatiku. Katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya.”








2.3 Hukum Ghuluw 
    Adanya larangan terhadap berbuat ghuluw  kepada para nabi, para sahabat, para Imam, para wali Allah, syaikh, ulama, tuan guru dan orang-orang shalih merupakan ketentuan syari’at yang mempunyai dasar atau landasan hukum sebagai dalil yang syar’I, bukan karena pertimbangan akal semata. Dalil tersebut ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

a. Dalil Dalam Al-Qur’an
(1). Allah berfirman :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعُواْ أَهْوَاء قَوْمٍ قَدْ ضَلُّواْ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّواْ كَثِيرًا وَضَلُّواْ عَن سَوَاء السَّبِيلِ
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS.Al Maidah : 77 )





(2). Firman Allah ta’ala :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
(QS.Al Maidah : 87)
(3). Allah berfirman :
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُواْ فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ إِلاَّ الْحَقِّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِّنْهُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ تَقُولُواْ ثَلاَثَةٌ انتَهُواْ خَيْرًا لَّكُمْ إِنَّمَا اللّهُ إِلَـهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَن يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَات وَمَا فِي الأَرْضِ وَكَفَى بِاللّهِ وَكِيلاً
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu [383], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya [384] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya [385]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan : "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara”. (QS,An Nisaa: 171 )
K e t e r a n g a n :
[383] Maksudnya : janganlah kamu mengatakan Nabi 'Isa u itu Allah, sebagai yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani. [384] Lihat not 193. [385] Disebut tiupan dari Allah karena tiupan itu berasal dari perintah Allah.
(4). Firman Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 31 :
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah [639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”.(Qs.At Taubah:31)
 K e t e r a n g a n :
[639] Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi-buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.
 (5). Firman Allah ta’ala dalam al-Qur’an surah Hud 112 :
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطْغَوْاْ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
(QS.Huud:112)
b. Dalil Dari As-Sunnah
(1). Hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad
 Rasullullah shallallahu’alahi wasallam bersabda :
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ قَالَ زَعَمَ الزُّهْرِيُّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Telah menceritakan kepada kami Husyaim dia berkata; Az Zuhri telah menganggap (meriwayatkan) dari 'Ubaidillah Bin Abdullah Bin 'Utbah Bin Mas'ud dari Ibnu Abbas dari Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mengkultuskan aku sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa Bin Maryam, aku hanyalah hamba Allah dan Rasul-Nya.”

(2). Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ
مَا كَانَ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُوا مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Hammad bin Salamah dari Humaid dari Anas, ia berkata; "Tidak seorangpun dari mereka yang lebih dicintainya selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
namun jika mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri karena mereka tahu beliau tidak menyukai hal itu”.
(HR. Ahmad dan At-Timidzi ).
(3). Hadits diriwayatkan oleh Imam Bukhari
 Rasullullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
صحيح البخاري ٣١٨٩: حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Shahih Bukhari 3189: “dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhua bahwa dia mendengar 'Umar radliallahu 'anhum berkata di atas mimbar, Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan 'Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah 'abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusanNya)”
(4). Hadits  diriwayatkan oleh Imam Ahmad
 Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
مسند أحمد ٣٠٧٨: حَدَّثَنَا يَحْيَى وَإِسْمَاعِيلُ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا عَوْفٌ حَدَّثَنِي زِيَادُ بْنُ حُصَيْنٍ عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ الرِّيَاحِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ يَحْيَى لَا يَدْرِي عَوْفٌ عَبْدُ اللَّهِ أَوْ الْفَضْلُ قَالَ
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى رَاحِلَتِهِ هَاتِ الْقُطْ لِي فَلَقَطْتُ لَهُ حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَوَضَعَهُنَّ فِي يَدِهِ فَقَالَ بِأَمْثَالِ هَؤُلَاءِ مَرَّتَيْنِ وَقَالَ بِيَدِهِ فَأَشَارَ يَحْيَى أَنَّهُ رَفَعَهَا وَقَالَ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّينِ

Musnad Ahmad 3078: dari Ibnu Abbas. Yahya berkata; 'Auf tidak tahu itu Abdullah atau Al Fadlal, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku di pagi hari Aqabah, sedangkan saat itu beliau duduk di atas unta beliau: "Ambilkan kerikil untukku." Maka aku pun memungutkan kerikil untuk beliau gunakan melempar jumrah. Kemudian beliau meletakkan kerikil itu di tangannya, lalu beliau bersabda: "Seperti mereka." beliau mengucapkan dua kali. Ia Yahya mengatakan: Dengan tangannya, lalu Yahya mengisyaratkan bahwa beliau mengangkatnya.
Beliau bersabda: "Janganlah kalian berlaku ghuluw (sikap berlebih-lebihan), karena sesungguhnya kebinasaan orang-orang sebelum kalian adalah karena bersikap ghuluw dalam agama".
2.4 Bahaya  Ghuluw
    Pembahasan terdahulu telah menjelaskan bahwa ghuluw dalam agama merupakan perbuatan yang sangat dibenci karena akan mengakibatkan kerusakan agama, diri, dan masyarakat.
Adapun bahaya dan kerusakan dari sifat ghuluw diantanya adalah:
(1). Melanggar larangan Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, sebagaimana larangan Allah subhanahu wa ta’ala  yang ditujukan kepada Yahudi dan Nasrani, namun pada hakikatnya larangan tersebut untuk seluruh umat.


 (2).Ghuluw telah membinasakan umat-umat terdahulu.
       Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّيْنِ
Maka sesungguhnya orang-orang sebelum kalian binasa disebabkan ghuluw di dalam agama”.
(3).Ghuluw merupakan jembatan menuju kekufuran dan      kesyirikan kepada Allah.
(4). Ghuluw merupakan asal tunggal kesyirikan orang-orang musyrik jahiliah serta kekufuran orang-orang Yahudi dan Nasrani serta kesesatan firqah-firqah yang ada di tengah-tengah kaum muslimin.
(5). Ghuluw akan mengangkat orang yang dikultuskan hingga mencapai martabat yang sangat tinggi atau menghinakannya hingga ke martabat yang sangat rendah.
(6). Ghuluw akan mengantarkan kepada penyembahan yang dipuja-puja.
(7). Ghuluw akan menghalangi atau melalaikan (seseorang) untuk mengagungkan Allah subhanahu wa ta’ala .
(8). Ghuluw akan menimbulkan keangkuhan dan kesombongan orang yang dikultuskan.






2.5 Contoh-Contoh Ghuluw Kepada Orang Shalih
    Mencintai dan memuliakan sesama muslim merupakan perintah syari’at. Terlebih kepada orang-orang shalih dan ulama. Tetapi perbuatan tersebut harus dalam jalur dan batasan  yang benar. Sebab mereka adalah manusia biasa yang tidak memiliki sifat ketuhanan.
    Perbuatan ghuluw perlu ditegaskan lagi karena gejala atau praktik ghuluw masih terus merasuk kedalam diri sebagian masyarakat. Ada yang mempunyai pemikiran bahwa ulama itu tidak mungkin salah.
    Demikian pula dengan kaum Nabi Nuh’alaihissallam. mereka bersikap ghuluw kepada orang shalih dengan membuat gambar dan patung mereka. Kemudian mereka mengibadahinya sebagai sesembahan selain Allah. Lalu mereka mengangkat orang-orang shalih sampai kepada tingkat yang melebihi dari haknya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah :
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr[1521]".(QS.Nuh : 23 )





K e t e r a n g a n :
[1521] Wadd, Suwwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh.
    Demikian juga mereka dari kelompok kelompok kaum musyrikin sampai hari ini. Mereka telah bersikap ghuluw kepada orang-orang shalih dengan melakukan tawaf di kuburan, menyembelih kurban, bernazar  dan memohon pertolongan ketika dalam keadaan sulit kepada orang yang telah wafat. Mereka bersungguh-sungguh dalam memohon kepada oarng-orang shalih tersebut agar dipenuhi kebutuhan dan keperluan mereka. Perbuatan ghuluw seperti itu akan menyeret para pelakunya kepada kesyirikan. Maka tidak diperbolehkan bersikap ghuluw terhadap seluruh makhluk dan mengangkat mereka diatas kedudukan yang telah Allah berikan. Karena hal itu akan menyeret kepada perbuatan yang menyekutukan Allah  subhanahu wa ta’ala.
    Syari’at sendiri telah melarang umat islam untuk berbuat ghuluw kepada Rasullullah shallalahu ‘alaihi wasallam yang jelas dan nyata sebagai nabi tercintanya umat islam, apalagi terhadap para ulama larangan itu tentunya semakin keras.
    Maka dari itu bersikaplah yang wajar dalam menghormati dan menghargai ulama sesuai dengan kedudukannya. Janganlah memuji dan menyanjung ulama melebihi kapasitasnya sebagai ulama.


    Perbuatan  ghuluw terhadap  para wali, syaikh, ulama, tuan guru, habib dan orang-orang shalih di tengah-tengah masyarakat Muslim saat ini sangat banyak contohnya antara lain sebagai berikut  :
a. Mengagungkan Dan Memuji  Dengan Berlebihan
        Sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari bahwa sebagian umat Islam pada saat ini sangat mengagungkan para wali, syaikh, habib, ulama, tuan guru dan orang shalih. Mereka beranggapan bahwa orang yang diagungkan dan dipuji tersebut mempunyai kelebihan dalam hal ilmu agama yang tidak dimiliki orang lain. Mereka beranggapan bahwa yang mereka agungkan tersebut  mengetahui hal-hal yang ghaib sehingga dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan mempunyai berkah tersendiri sehingga banyak orang yang datang  baik itu hanya sekedar bertemu bahkan ada juga yang datang untuk menyampaikan  hajat mereka .
        Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sangat tidak menyukai orang-orang yang memuji beliau. Lalu bagaimanakah dengan orang-orang yang memuji secara berlebihan kepada  para wali,syaikh, tuan guru, kiai, ulama, habib dan orang shalih, tentunya lebih terlarang lagi.
Al-hafizh Ibnu Hajar menerangkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari ucapan mereka hanyalah karena mereka berlebih-lebihan dalam memuji dimana mereka mengatakan bahwa beliau mengetahui semua ilmu ghaib”.
Allah berfirman:
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan”.
 (QS. An-Naml [27]: 65).
        Ilmu ghaib yang diketahui para nabi,rosul dan orang-orang shaleh itu karena informasi dari Allah, bukannya mereka  mengetahui dengan sendirinya.
 seperti firman Allah:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَداً* إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَداً
“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”. (QS. al-Jin [72]: 26-27).








b. Menta’ati  Dan Menjadikan Mereka  Panutan
        Perbuatan ghuluw kepada orang shalih dan menjadikannya panutan( bertaqlid), mengikuti dan mengekor segala yang dikatakan atau diucapkan  oleh para ulama,tuan guru, syaikh, habib dan kiai yang mana para pelaku ghuluw menghalalkan semua ucapan dan perkataan  para pemimpin dan orang shalih meskipun semua itu tidak berlandaskan  atau bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Anehnya  fenomena seperti ini banyak sekali terjadi didalam kehidupan masyarakat  yang mengaku dirinya sebagai muslim. Mereka berpegang teguh kepada pendapat guru-guru mereka sekalipun pendapat tersebut  bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan ada dikalangan mereka yang tidak mau mengaji kepada guru-guru lain. Ada pemikiran  bahwa hanya guru mereka lah yang benar dan guru lain adalah sesat. Marilah kita bersikap sederhana dan yang kita tonjolkan hanyalah dalil. Siapapun yang tidak  mempunyai dalil harus ditinggalkan dan yang mempunyai dalil harus diikuti.
        Mereka menghormati para pemimpin atau ulama melebihi kedudukan Allah Subhanahu Wata’ala. Tanpa mereka sadari mereka telah meninggalkan perintah allah hanya untuk mentaati para pemimpin,ulama dan orang shalih lainnya.




c. Mengistimewakan Keturunan Rasullullah
            Para pelaku ghuluw sangat mengagungkan dan menghormati Orang-orang yang keturunan Arab yang bergelar sayyid dan habib karena  dianggap sebagai keturunan dari Rasullullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka dianggap mempunyai kedudukan yang istimewa, oleh karena itu mereka pantas diberi penghormatan yang lebih. Jika tidak maka akan menjadi kualat. Setiap bertemu dengan para sayyid dan habib orang-orang pada berebut mencium tangan mereka untuk berebut berkah. Apa yang dikatakan oleh sayyid dan habib yang berkaitan dengan hal-hal agama meskipun bertentangan dengan syari’at ( al-Qur’an dan as-Sunnah) mereka akan tetap mentaati dan menjalani hal-hal tersebut.
d. Mengkeramatkan Kuburan Orang shalih
        Pelaku ghuluw akan menjadikan kuburan para wali, syaikh, tuan guru, kiai,ulama, habib, dan orang shalih sebagai tempat yang berkeramat. Sehingga mereka  yang jahil berbondong-bondong untuk mendatangi makam orang-orang yang dianggap berkeramat untuk mencari berkah dan berdoa menyampaikan berbagai hajat keperluan mereka. Padalah menurut syari’at bahwa mencari berkah itu hanya kepada Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika beliau masih hidup. Begitu juga mencari berkah kepada orang-orang shalih yang masih hidup dengan mengambil ilmu yang bermanfaat dari mereka dan doa mereka . Sedangkan bertabaruk
(mencari berkah) pada makam yang dianggap berkeramat dilarang oleh syari’at.
e. Ziarah Kubur
        Banyak diantara umat Muslim di seluruh Nusantara ini yang berkeyakinan bahwa makam atau kuburan para wali, ulama, kiai, tuan guru dan orang-orang shalih mempunyai berkah sehingga patut untuk diziarahi. Meskipun harus melakukan perjalanan yang jauh yang memerlukan waktu,tenaga dan biaya yang banyak mereka tetap melakukannya. Perhatikanlah betapa banyak peziarah yang mendatangi kuburan wali songo, para peziarah tersebut berasal dari berbagai daerah. Para peziarah itu mempunyai maksut dan tujuan tersendiri untuk berdo’a di sisi kuburan wali karena mereka menganggap lebih berkah, terkabul, dan menjadikan mereka wasilah (perantara) kepada Allah, bahkan sampai meminta kepada para wali itu. Akibatnya mereka akan terjatuh ke dalam kesyirikan atau minimal terjerembab ke dalam bid’ah. Mereka yang datang secara berombongan dengan dipimpin seseorang ustad untuk membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan berdo’a secara beramai-ramai  untuk berziarah yang diberi nama “ Salamullah Ya Sadah “.





f. Membangun Masjid Di Kuburan
        Membangun masjid di kuburan termasuk tindakan ghuluw, sebab ketika Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang gereja yang mereka lihat di Habasyah (Ethiopia) dan banyak gambar (patung) di dalamnya, Rusullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 إن أولئك إذا كان فيهم الرجل الصالح فمات  بنوا على قبره مسجدا، وصوروا فيه تلك الصور، فأولئك شرار الخلق عند الله يوم القيامة
“Mereka itu (orang Nasrani) jika ada seorang shalih yang meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburnya, dan membuat gambar (patung)nya, mereka itu makhluk paling jelek di sisi Allah pada hari kiamat”.
 (HR. Bukhari 427, Muslim 528).
        Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid. Aisyah berkata: “Kalau bukan karena hal itu, niscaya kubur beliau akan dinampakkan, hanya saja beliau takut atau ditakutkan kuburannya akan dijadikan masjid.
(HR. Bukhari 435)




        Banyak ayat dan hadist  yang telah mengatakan bahwa membangun masjid di kuburan atau mengubur mayit didalam masjid adalah perbuatan yang dilarang karena termasuk tindakan kelewat batas. Selain itu, bisa menyeret kepada kesyirikan. Sebab orang yang shalat di dalam masjid itu akan menghadap kepada kuburan tersebut. Kemudian dengan Adanya ta’aluq (keterkaitan) hati mereka dan akhirnya merekapun beribadah kepada penghuni kubur dengan minta berkah, syafaat dan lain sebagainya.
Imam Syafi’i berkata:
 “Saya benci bila ada makhluk yang diagungkan hingga kuburnya dijadikan sebagai masjid. Sebab ditakutkan akan terjadi fitnah yang menimpa pelakunya juga orang-orang sesudahnya”. (al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 1/456).
        Membangun  masjid di sini bukan hanya sebatas membangun masjid tetapi mencakup mendirikan shalat di kuburan walaupun tidak ada masjidnya.
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سنن أبي داوود ١٧٤٦: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ قَرَأْتُ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نَافِعٍ أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

Sunan Abu Daud 1746: dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan (tidak pernah dilaksanakan di dalamnya shalat dan juga tidak pernah dikumandangkan ayat-ayat Al Quran, sehingga seperti kuburan), dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai 'id (hari raya, yakni tempat yang selalu dikunjungi dan didatangi pada setiap waktu dan saat), bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada."
Imam al-Albani menyimpulkan makna menjadikan kubur sebagai masjid ada tiga:
1.Shalat di atas kubur, yaitu sujud di atasnya.
2.Sujud dengan menghadap kubur, baik dengan melakukan shalat atau berdo’a.
3.Membangun masjid di atas kubur dan shalat di dalamnya.
g. Membangun kuburan Yang Berlebihan
        Sering kita jumpai bagaimana keadaan dari makam umat muslim dinegeri ini yang dibuat dan dibangun sedemikian rupa sehingga tampak mewah dan megah. Apalagi yang namanya  makam orang-orang yang dianggap berkeramat seperti kuburannya para wali,syaikh, habib, ulama,tuan guru dan orang shalih yang dibangun sedemikian rupa dengan diberi kubah dan diberi berbagai hiasan-hiasan indah berupa kaligrafi islam.
Imam Syafi’i mengatakan :
“Saya benci dibangunnya masjid di atas kubur, tetapi harus diratakan (disisakan sejengkal), saya membenci shalat di atasnya sedang kubur itu tidak diratakan, atau shalat menghadap kubur”. (Al-Umm, 1/278).
Imam syafi’i juga berkata :
 “Dibenci apabila kubur ini dicat, ditulis namanya, atau selain itu dan dibenci kubur itu dibangun.”
(Al-Majmu’, an-Nawawi 5/266).
Imam Nawawi menambahkan:
 “Dibenci apabila kubur dicat, dibangun, dan ditulis nama si mati. Jika kubur itu dibangun maka harus dihancurkan.”
 (as-Sirajul Wahhaj 1/114).

h. Menjadikan Perantara Kepada Allah ( bertawasul)
        Membaca do’a dengan menyebutkan para wali, ulama dan orang-orang shalih yang sudah meninggal sebagai perantara kepada Allah subhanahu wa ta’ala merupakan tindakan yang sudah biasa dilakukan oleh sebagian umat muslim pada saat ini. Padahal bertawasul kepada orang-orang yang sudah meninggal tidak dibenarkan dan dilarang dalam agam Islam. Termasuk bertawasul kepada Rasullullah shallaahu’alaihi wa sallam yang sudah tiada.
        Mereka yang  bertawasul dengan orang-orang shalih yang telah meninggal baik para Nabi ataupun orang –orang shalih,  mereka beranggapan bahwa para nabi dan orang-orang shalih tersebut dapat   memfasilitasi permintaan mereka kepada Allah. Anggapan mereka muncul  atas dasar keyakinan bahwa mereka adalah wali Allah sehingga dekat dengan Allah, sehingga mereka berfikir bahwa permintaan mereka lebih mungkin terkabul. Banyak ayat dan hadits yang  menguatkan pendapat mereka. Namun  dalil-dalil tersebut  tidak dha’if, salah dalam istidlal (penyimpulan dalil) atau dalil tersebut tidak ada hubungannya dengan bertawasul. Tawasul semacam ini termasuk bid’ah. Tetapi bila mereka meyakini bahwa orang shalih tersebut mampu dengan sendirinya mengabulkan permintaan mereka maka digolongkan ke dalam kesyirikan. Anehnya mereka menamakannya sebagai tawasul.














BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
    Setelah menyimak dan memahami dari setiap materi yang di jelaskan didalam makalah ini, kita dapat menyimpulkan beberapa hal seperti :
(1). Sikap berlebih-lebihan (ghuluw) merupakan perbuatan yang dibenci agama.
(2). Sikap ghuluw merupakan salah satu ciri agama jahiliah dan merupakan asal kesesatan orang-orang Nasrani.
(3). Allah subhanahu wa ta’ala  menerangkan kebencian-Nya terhadap perbuatan ghuluw di dalam Al-Qur’an agar umat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam  tidak terjatuh dalam perbuatan ghuluw.
(4). Sampai di penghujung hayatnya Rusulullah shalallahu alaihi wa sallam dengan tegas mengingatkan umatnya agar tidak melakukan dan menjahui diri dari perbuatan ghuluw.
(5). Bersikap ghuluw kepada  Rasullulla shallallahu’alaihi wa sallam saja tidak diperbolehkan, apalagi kepada individu selain beliau seperti wali, syaikh, tuan guru, kiai, ulama dan orang shalih tentunya sangat dilarang bahkan  diharamkan hukumnya.


    Maka dari itu marilah kita menjahui diri dari sikap ghuluw kepada orang-orang shalih  dengan cara menyikapi orang-orang shalih tersebut sebagaimana yang telah di tentukan oleh Al-Qur’an dan As-sunnah, dan alangka lebih baiknya agar kita memperdalam pengetahuan tentang agama agar menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada allah ta’ala  agar kita semua tidak terjebak oleh ghuluw dan kesyirikan sehingga kita tidak di laknat dan di benci oleh allah ta’ala.
 Amin, amin, ya robbal alamin.




 DAFTAR PUSTAKA

17-10-2013
20:37










                                                                                                                                                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar